SELAMAT DATANG

SEMOGA ADA MANFAAT

Jumat, 20 Agustus 2010

RAMADHAN, BULAN YANG PENUH RAHMAT

Oleh : Herman


Ketika kita menjalankan ibadah puasa dengan baik dan benar, maka segala larangan, pantangan yang membatalkan puasa dapat kita jauhi dan tinggalkan. Tanpa pengawas, tanpa absensi, tanpa pertanggungjawaban tertulis, tanpa honor, tanpa CCTV, tanpa segala macam bentuk evaluasi dan lainnya, kita dapat melaksanakannya. Begitulah dahsyatnya semangat pelaksanaan Ibadah puasa. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Puasa itu adalah benteng”

Namun disisi lain bagi sebagian orang, ibadah puasa hanyalah seremonial sekali setahun belaka, yang habis bulan Ramadhan habis pulalah kesan dan pesannya. Bahkan dalam bulan Ramadhan pun mereka tidak melaksanakannya. Ada yang bersembunyi dari Allah. Mereka kembali kesuasana sebelumnya. Apa nak dibuat, ya dibuatlah tanpa rasa sungkan dan merasa bersalah, walaupun perbuatan itu menyalah sekalipun. Bagi mereka Bulan Ramadhan atau tidak tetaplah sama saja dengan bulan-bulan yang lain. Bahkan malah ada yang memanfaatkan bulan ramadhan sebagai lahan usaha yang dilarang agama seperti berjualan nasi siang hari misalnya, dan lain sebagainya.

Kalau kita termasuk kelompok pertama diatas, maka kita dapat mengambil beberapa hikmah yang hakiki dalam melaksanakan puasa Ramadhan ini, setidak-tidaknya : disiplin, jujur dan rasa empaty kesesama manusia.

Selain itu Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:

1. Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.

Firman Allah Ta 'ala yang Artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (Al-Baqarah: 183)

2. Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan. Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.

3. Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.

4. Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, baik dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.

5. Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.

6. Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.

7. Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam Ramadhan ini kita bertekad akan menyelami rahasia kehidupan, dari mana, di mana dan hendak kemana kita ? Sehingga kita akan menghayati bahwa dunia ini adalah tempat berusaha untuk mematuhi perintah Allah dan akhirat adalah untuk menerima balasan dariNya.

Pada bulan Ramadhan ini, kita akan berusaha untuk mendapatkan rahmat dan ampunan Allah, karena sesungguhnya kecelakaanlah bagi orang-orang yang tidak mendapatkan rahmat Allah pada bulan yang penuh dengan rahmat ini.

Selamat datang Wahai Ramadhan, bulan yang agung, bulan yang penuh berkah, bulan yang menghapuskan dosa dan mengabulkan doa bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh beribadah di dalamnya. (Dari berbagai Sumber)

Jumat, 06 Agustus 2010

Menyelamatkan Hutan Kita yang Tersisa (2)

Jumat, 6 Agustus 2010 20:32 WIB

PENEBANGAN hutan merupakan salah satu masalah utama lingkungan yang kita hadapi dewasa ini. Hamparan hutan luas yang berisi beragam hewan liar dan tumbuhan serta kebudayaan manusa dengan cepat berubah menjadi lahan kritis yang luas. Masalah ini menjadi persoalan yang berkepanjangan antara para pembela pelestarian hutan dan mereka yang melakukan eksploitasi hutan.


Hutan selalu bermanfaat buat kelangsungan hidup manusia. Keberadaannya memberikan manfaat ekonomi, sosial, lingkungan, dan ekowisata. Namun, kerusakannya akan mendatangkan berbagai macam malapetaka, seperti erosi, longsor, banjir, polusi udara, kekeringan, pemanasan global, wabah penyakit, dan kelaparan, yang semua itu dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan ancaman bagi kelangsungan hidup seluruh umat manusia di dunia.



Hutan adalah ciptaan Allah SWT yang harus disyukuri. Cara menyukurinya bukan hanya dengan mengucapkan "Alhamdulillah", tapi juga dengan cara memanfaatkannya dengan bijak serta tetap menjaga kelestariannya.



Sejak zaman dahulu kala, hutan sudah ada. Penelitian MacKinnon (1997) menyimpulkan bahwa pada zaman dahulu kala, hampir seluruh wilayah Indonesia tertutup hutan. Tempat-tempat yang tidak dapat mendukung pertumbuhan pohon hanyalah lereng-lereng gunung yang sangat curam dan jalur-jalur pesisir yang sempit. Pada tahun 1950, Indonesia diperkirakan memiliki 145 juta hektare hutan primer. Namun saat ini, menurut Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan, luas hutan di Indonesia terus berkurang, hingga kurang dari 50 persen total hutan yang ada.



Sebagai contoh adalah kondisi hutan di Pulau Jawa yang semakin memprihatinkan dan mengancam kehidupan masyarakat dan kelestarian satwa endemik Jawa. Berdasarkan data laju deforestasi yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan periode 2003-2006, diketahui bahwa laju deforestasi terbesar terjadi di Sumatra, yaitu sebesar 268 ribu hektare/tahun atau 22,8 persen dari total angka deforestasi rata-rata di Indonesia sebesar 1,17 juta hektare/tagun. Kemudian diikuti Pulau Kalimantan sebesar 239 ribu hektare/tahun (20,4 persen), Pulau Sulawesi sebesar 114,7 ribu hektare/tahun (9,8 persen), dan Pulau Jawa sebesar 2,5 ribu hektare/tahun (0,2 persen).



Jika dihitung secara konservatif dengan laju deforestasi yang tetap, maka saat ini untuk Pulau Jawa pengurangan jumlah hutan yang terjadi selama 2007-2010 adalah seluas 10 ribu hektare. Hal ini tentu menjadi ancaman serius bagi masyarakat dan satwa langka yang ada di Pulau Jawa. Lebih jauh lagi, berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan tersebut, diketahui bahwa penyumbang terbesar terjadinya deforestasi untuk wilayah Pulau Jawa adalah Jawa Timur, yaitu sebesar 438,1 hektare/tahun. INi terjadi pada hutan primer 25,1 hektare/tahun atau 5,7 persen, pada hutan sekunder 43,6 hektare/tahun atau 9,9 persen dan pada hutan lainnya 369,5 hektare/tahun atau 84,3 persen.



Meskipun laju deforestasi di Pulau Jawa paling kecil, namun hutan yang tersisa di Pulau Jawa sangatlah vital. Pulau Jawa sebagai pulau dengan penduduk terpadat adalah sebuah pulau yang nyaris kurang terperhatikan kondisi hutannya. Padahal, hutan yang ada di Pulau Jawa juga menyimpan begitu banyak satwa endemik yang langka yang akan terancam punah jika hutan di Jawa tidak dijaga kelestariannya. Sebut saja elang Jawa, owa jawa, lutung Jawa, kukang, surili, badak Jawa, dan masih banyak lagi yang lain.



Pembukaan Hutan Menyebabkan Kerusakan



Sampai saat ini Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia. Beberapa faktor penyebab tingginya laju deforestasi di Indonesia adalah karena illegal logging, konversi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan, serta pembukaan hutan untuk kebutuhan pertambangan.



Pembukaan hutan di Jawa misalnya, berimpilikasi secara langsung terhadap peningkatan perburuan satwa liar di hutan-hutan Jawa, khususnya Jawa Timur. Pemantauan menunjukan bahwa perburuan satwa liar masih terjadi secara rutin di kawasan-kawasan konservasi alam, seperti Taman Hutan Raya (Tahura) R Soerjo dan Taman Nasional Merubetiri (Sumber: ProFauna). Pengawasan yang lemah dan ditunjang kemudahan akses untuk menuju kawasan konservasi tersebut mendorong perburuan satwa dan juga perusakan hutan tersebut terjadi hingga kini.



Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi laju deforestasi. Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah dalam sektor kehutanan. Salah satunya adalah janji Presiden untuk mengurangi buangan emisi sebesar 26 per tahun hingga tahun 2020 dalam pidato pada konverensi iklim di Copenhagen. Akan tetapi apa yang diucapkan oleh presiden ini sangat kontradiktif dengan kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah yang masih mencadangkan 17,91 juta hektare hutan untuk dikonversi menjadi areal pembangunan diluar sektor kehutanan. Paradoks yang bertentangan dengan pidato tersebut juga terlihat dari rencana pemerintah untuk memperluas perkebunan sawit 26,7 juta hektare di 17 provinsi yang juga akan mengkonversi hutan alam.



Secara nyata implikasi dari deforestasi yang terjadi ini telah berdampak pada berkurangnya daya dukung lingkungan yang berakibat pada terjadinya berbagai macam bencana yang terjadi hampir diseluruh bagian di negeri ini. Kelompok masyarakat yang merasakan secara langsung dari terjadinya deforestasi ini adalah kelompok masyarakat petani. Petani yang secara umum mengandalkan sistematika bertani yang berlandaskan pada musim, saat ini menjadi kehilangan arah dalam menentukan musim tanam. Pengaruh deforestasi yang berdampak pada perubahan iklim telah sangat nyata dirasakan oleh para petani.



Laju deforestasi juga telah menimbulkan kelangkaan dan kelimpahan hampir secara bersamaan. Pada musim penghujan misalnya, kelimpahan air sangat dirasakan, bahkan menjadi sangat berlebih dan menjadi bencana. Karena daya dukung alam untuk menahan laju air hujan sudah semakin berkurang. Sedangkan ketika musim kering tiba, yang terjadi justru sebaliknya. Karena semakin berkurangnya daya dukung alam untuk menyimpan air, maka yang terjadi adalah kemarau panjang yang telah menyebabkan masyarakat petani harus melakukan ekspansi pekerjaan hanya untuk mempertahankan hidupnya. Fakta ini sangat jelas terjadi karena daya dukung alam (hutan) sebagai penyaring, penahan, penampung hujan, telah berubah fungsi.



Mengurus Hutan perlu Langkah Praktis dan Politis



Pertambahan populasi manusia yang terus meningkat setiap tahun memberikan ancaman yang luar biasa terhadap eksistensi hutan. Alhasil, hutan pun berubah menjadi lahan pertanian, penggembalaan ternak, perkebunan, pertambangan, akses jalan, perumahan, pertokoan, pabrik-pabrik/industri, atau bahkah hanya menjadi lahan kritis yang saat ini luasnya mencapai 30 juta hektare.



Sekitar 95 persen gangguan hutan disebabkan oleh manusia. Manusia secara sengaja melakukan pembakaran hutan, penebangan pohon yang berlebihan, atau mengkorversi lahan hutan menjadi non hutan. Sedangkan 5 persen lainnya berasal dari alam, seperti gunung meletus, angin kencang, atau hama penyakit. Karena itu, sesungguhnya manusialah yang paling bertanggung jawab atas kerusakan hutan.



Lantas, apakah pertumbuhan populasi dunia yang terus meningkat akan menjadi kabar buruk? Jangan khawatir, karena kita bukan pengikut teori Malthus karena Tuhan sudah menciptakan semuanya secara proporsional. Sebagaimana firman Allah swt, "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (Al Qamar, 54 : 49).



Hutan akan tetap lestari walaupun tidak disentuh oleh manusia sama sekali. Bahkan, ketika terjadi bencana alam sekalipun, hutan dapat me-recovery dirinya dengan proses suksesi. Jadi, sebenarnya hutan tidak perlu diurus karena dia bisa mengurus dirinya sendiri.



Lalu, jika hutan bisa mengurus dirinya sendiri, lantas siapa sebenarnya yang perlu diurus? Jelas sekali bahwa kerusakan hutan disebabkan oleh manusia. Jadi, manusianyalah yang harus diurus dulu, bagaimana pemangku kebijakan, masyarakat dan seluruh pihak terkait dapat bekerja dengan baik dalam mengelola hutan.



Melihat kondisi hutan di Pulau Jawa yang memprihatinkan itu perlu diambil langkah-langkah praktis dan politis oleh pemerintah. Langkah praktis adalah dengan penghijauan berbasis masyarakat dan penempatkan pos-pos pengamanan di semua titik keluar-masuknya orang di kawasan konservasi alam. Sedangkan langkah politis perlu diambil dengan mengeluarkan sebuah kebijakan yang benar-benar "pro hutan" dengan melarang semua bentuk alih fungsi hutan alami. Pelarangan ini bukan hanya di atas kertas saja, namun dengan penegakan hukum bagi pelanggarnya.



Berdasarkan data yang ada di atas dapat dicermati bahwa permasalahan kehutanan bukan hanya monopoli pemerintah, namun harus melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat. Salah satu cara adalah dengan melakukan penghijauan yang berbasis masyarakat. Masyarakat harus terlibat langsung dan mendapatkan keuntungan dari program penghijauan tersebut. Salah satunya adalah dengan pemilihan bibit pohon yang hanya bisa dipanen buahnya saja namun kayunya tetap lestari.



Perlu sekali ketegasan pemerintah mengambil tindakan praktis dan politis untuk mengamankan hutan dan satwa liar yang tersisa sedikit di Pulau Jawa. Perlu sekali ada pos-pos pengaman di jalur-jalur keluar-masuknya kawasan konservasi alam. Selama ini menunjukan bahwa tidak ada banyak pos pengamanan di jalur-jalur keluar-masuknya orang di kawasan konservasi alam. Orang dengan begitu mudah untuk keluar-masuk kawasan konservasi alam, termasuk untuk berburu satwa liar yang dilindungi.



Surjono Hadi Sutjahjo

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB