Oleh : Herman Hilmy S
Di edisi ini penulis mengambil tema
tentang “Idola”. Karena ini sengat banyak kita lihat mengidolakan orang-orang
yang mereka simpati. Seperti yang terjadi di Aceh, telah mencontohkan idola
yang tidak baik di beberapa bulan yang lalu
persoalan anak “punk”, itu membuat Negeri Syariat tergoncang, karena
salah mengidolakan idolanya. Soal idola ini emang seperti udah mendarah-daging
dalam diri remaja. Pasalnya, emang banyak remaja yang begitu. Jujur aja, idola
ABG banyak banget, dan kebanyakan yang dijadiin idola adalah kaum seleb. Nggak
percaya? Di majalah-majalah remaja juga yang dieskpos selalu kaum seleb. Dari
mulai gosipnya, gaya hidupnya, sampai karir mereka. Tentu saja itu dibuat
dengan tujuan supaya remaja mengidolakannya.
Awalnya mungkin Syaidara cuma
menanamkan simpati aja, tapi kan lama-lama Syaidara jadi keterusan senang
karena publikasinya yang dibuat seheboh mungkin. Makanya bisa Syaidara
lihat, majalah remaja yang mengekspos kaum seleb pasti iklannya bejibun banget,
karena emang banyak pembacanya. Kenapa remaja sering terjebak untuk
mengidolakan seseorang, ya? Ini berkaitan dengan naluri manusia, hai syaidara.
Dalam diri manusia itu ada naluri beragama. Lho apa hubungannya? Sebentar, Syaidra
Lamuri jangan dulu mengkerutkan dahi alias bingung bin pusing. Tenang.
Begini, gharizah tadayyun (naluri beragama) ini diwujudkan
dengan adanya upaya untuk mensucikan sesuatu atau menganggap sesuatu lebih dari
dirinya. Misalnya aja, nenek moyang manusia di masa animisme dan dinamisme,
mereka menyembah batu, pohon, dan kuburan. Hal itu dilakukan semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan akan naluri beragama mereka. Namun, karena cuma mengandalkan
perasaannya aja tanpa dibimbing wahyu dari Allah maka yang terjadi adalah
kesalahan. Mereka sih nggak peduli kalo itu salah, yang penting bisa
tenang karena merasa sudah terpenuhi. Habis perkara.
Syaidara Lamuri yang berbahagia, naluri ini ada
dalam setiap orang. Orang yang atheis sekalipun sebetulnya
memiliki naluri ini. Tapi, karena mereka nggak percaya adanya pencipta, maka
pemenuhannya dialihkan kepada pahlawan-pahlawan mereka. Misalnya aja, orang
Soviet yang atheis sering menyembah gambar atau patung pahlawan mereka seperti
Lenin, Stalin, Karl Marx dan tokoh-tokoh lain yang dianggap sebagai
pahlawannya. Pokoknya diagung-agungkan dan jadi sesembahan mereka. Ini
membuktikan bahwa naluri itu emang ada dalam diri setiap manusia. Dan tentu
saja orang-orang atheis ini merasa tenang dengan terpenuhinya naluri tersebut.
Padahal kalo menurut aturan Islam, jelas pemenuhan naluri yang mereka lakukan
salah banget. Mereka cuma mengandalkan perasaannya semata. Namun tidak
memperhatikan hakikat di balik penciptaan makhluk-makhluk tersebut.
Nah, Syaidara yang
mengidolakan kaum seleb; baik artis film dan sinetron, penyanyi, dan pemusik harus
hati-hati. Soalnya, bukan tak mungkin bila kemudian Syaidara lupa diri
dan akhirnya tanpa sadar mengikuti gaya hidupnya. Pendek kata, kalo Syaidara
sudah menganggap mereka tuntunan hidup Syaidara, berarti Syaidara
telah menjadikan beliau-beliau sebagai “nabi”. Waduh, bek na lah lagee nyan.
Jadi sekarang Syaidara mulai
ngeh bahwa “pemujaan” terhadap idola merupakan salah satu perwujudan yang
salah dari naluri beragama. Malah dalam level tertentu bisa menjerumuskan Syaidara
ke dalam kesyirikan, lho. Hati-hati ya! Dan ingat, persoalan nggak berhenti di
situ aja. Syaidara malah bisa “dituduh” oleh Islam telah menjiplak
perilaku mereka dalam kehidupan Syaidara, jika setiap apa yang dilakukan
oleh tokoh idolasyaidara, syaidara ikuti dengan sepenuh hati syaidara.
Yakni seluruh gaya hidupnya syaidara contek abis nggak satupun yang
tersisa. Wah, bisa gawat itu.
So, Syaidara Lamuri yang dimuliakan Allah, mulailah berpikir normal. Tanyoe,
kaum muslimin hanya tunduk pada syariat Islam. Apa lagi di Aceh sekarang sudah
dari dulu geutayoe sebagai ureung Islam. Dan Tanyoe,
hanya menjadikan Rasulullah saw. sebagai idola terbaik. Adab muslim terhadap
Rasulullah adalah dengan cara menghormati, mencintai, dan menjadikan Rasulullah
sebagai teladan kehidupan. Meneladani Rasulullah bermakna memahami
kepribadian beliau dengan mengamati detail-detail kehidupan dan kondisi yang
pernah dihadapinya, serta meniru perbuatan dan sifat-sifatnya. Seluruh alur
hidup Rasulullah dari lahir hingga wafatnya merupakan babak-babak yang perlu
kita teladani. Dan, Geutanyoe
harus menjadi jamaahnya kaum muslimin yang beriman dan taat syariat, bukan
jamaahnya Justin Bieber. Siap ya? [Dari Berbagai sumber, Rabu,
30/10/12]